Ku berkata dengan Hati


ku sllu berpikir mengpa ini terjadi dengn cepat,,
cintaku dengn hati #ku akui itu
hti dalamku bertindak sesuai pikran dan perasaan yg terang, akan arah ketenangan

Kau begitu menggungah semua seisi otakku ,,
Penerang kegelapan arah hidupku yg jenuh,,
Sblum ku menemukan mu, ku jenuh yg nmany hal ini,, hnya sbuah tindakan yg tk berguna bgi ku,,
Tpi skrng beda,, hal yg sngt ku butuhkn, penyemangat hri2 ku yg kelam,
Kau puitis mlm menjelng senja,, di alunan detikku tiap ku buka handphoneku

sepasang matamu yang hening,,
yang selalu menjeling tajam, yang kadang kala malu-malu memberikan kerlingan manja pdaku,,
Boleh jadi pada bibirmu yang tak jemu-jemu menyerlahkan senyuman manis,
hilai tawanya yang gemersik dan suara manjanya yang boleh melembut sekaligus melembutkan perasaanku,,


hatimu bgtu sempurna d mataku,, ku harp kau sllu bertindak dan bersikap yg sllu ku idam2 kn pda drimu
Rawatlah rambut mu dengan “Selendang Islami” yng akan menghilangkan napsu pandangan lelaki dan hnya aku yg boleh melihtny suatu saat nnti,,
Oleskan “lipstik kejujuran” yang akan semakin manis.
“pemerah pipi” mu dengan kosmetik yang terbuat dari rasa malu yg dibuat dari salon Iman.
Bedaklah wajah mu dengn “air Wudhu” yang akn bercahaya di akhirat.,,

Ku sllu bermmpikn dan ku yakin kau lah zaujahku yg benar benar mengerti aku,,,


 

aku pun tak tau judulnya


walau kisah kita terpisah oleh lautan
tapi cinta kita tetap menyatu utuh
dan tak tergores sedikitpun

hati selalu resah bila ku ingat
kau jauh dariku,,,
tetes air mata bilaku sadari
kau tak ada disisiku,, namun hatiku selalu
berkata, kau yang terbaik didalam hidupku

sehingga aku akan selalu menyayangimu
cintaku padamu tak akan pernah usai
cinta kita merupakan cahaya yang menerangi
dan memberikan kehidupan
 

Kepesimisan ku


siang itu handphone ku berdering, mnandakan pesan driny,,
dia mmbrikn berita yg sngt mnggemparkn dunia
dan amat sngt mnyenngkn dan mmbhgian seisi otak ku,,

saat itu tk terhingga ny ku mmbrikn slmt
dan mengarahkn pdny sesutu bgaimna mnsyukuri
TAPI di lain sisi hati ini merasakn hilngny sesuatu yg ingin di dambkan sjk dlu,,
yaitu ingin sllu bersmany di sisiku,,

mungkin hnya sebuah isapan jempol ku jika aku sllu d smping ny nnti,,
berbgi penderitaan dan kesenangn bersma hri hari ku dngn ny
mungkin itu hanya sebuah angan angan yg tk akn pernh terwujud pda ku dan dia ,,
bagaimana kmi sllu bermmpi
dan mmberikan suatu impian jika kmi akn bhgia d sni,,


mnjelajahi alam ini di kelilingi teh yg indah,
gemerlap chya bintang d ujing bukit idaman hari hriku,
dsna aku mnghabiskn mlm ku ,,
mngkin itu hnya khanyalan ku

hdup boleh berkhayal tpi jgn mrah dan muak jika khayalan itu hilngn pada saat ny nnti
krena sesuatu itu tlh d atur dan Allah pasti mmberikn jln kmi,,

tk bnyk ku hrpkn pada mu nnti jika kau di sna sendiran,
jgalah hti ini, bnggakan kedua orng tua mu
tiu yg sngt ku hrpkn

dan yg terkhir permintaan ku ,
ku hrp kau bisa mndengrkn permintaan hati ku yg terdalm ini ,,
jga lh rmbutmu krna ku amat sngtt mmbenci rmbut yg di umbar umbar kn,,
ku tk ingin kau mmberikn sisa sisa pndangn orng lain pda rmbut untuk ku nnti,,
 

Demam Chikungunya

SEJARAH VIRUS CHIKUNGUNYA
Virus dan penyakit Chikungunya sudah tidak asing di telinga masyarakat Indonesia. Penyakit ini disebabkan oleh virus Chikungunya.
Chikungunya berasal dari bahasa Shawill berdasarkan gejala pada penderita, yang berarti (posisi tubuh) meliuk atau melengkung, mengacu pada postur penderita yang membungkuk akibat nyeri sendi hebat (arthralgia). Nyeri sendi ini terjadi pada lutut pergelangan kaki serta persendian tangan dan kaki. Demam Chikungunya disebabkan oleh virus Chikungunya (CHIKV). CHIKV termasuk keluarga Togaviridae, Genus alphavirus, dan ditularkan oleh nyamuk Aedes Aegypti.

Klasifikasi Virus Chikungunya
Kingdom : Virus
Divisio : -
Class : -
Ordo : Virales
Familia : Togaviridae
Genus : Alphavirus
Species : Chikungunya (CHIKV)

Pembuktian ilmiah yang meliputi isolasi dan identifikasi virus baru ini berhasil di temukan ketika terjadi wabah di di daratan tinggi makonde antara Tanzania dan Mozambique sekitar tahun 1952-1953.. Sekitar 200-300 tahun lalu CHIKV merupakan virus pada hewan primata di tengah hutan atau savana di Afrika. Satwa primata yang dinilai sebagai pelestari virus adalah bangsa baboon (Papio sp), Cercopithecus sp. Siklus di hutan ( sylvatic cycle) di antara satwa primata dilakukan oleh nyamuk Aedes sp ( Ae africanus, Aeluteocephalus, Ae opok, Ae. furciper, Ae taylori, Ae cordelierri).
Setelah beberapa lama, karakteristik CHIKV virus yang semula bersiklus dari satwa primata-nyamuk-satwa primata, dapat pula bersiklus manusia-nyamuk manusia. Tidak semua virus asal hewan dapat berubah siklusnya seperti itu. Di daerah permukiman ( urban cycle), siklus virus chikungunya dibantu oleh nyamuk Aedes aegypti.

PENYEBARAN GEOGRAFIK VIRUS CHIKV

Setelah tahun 1952-1958 virus chikungunya menyebar hampir luas keseluruh afrika, india dan beberapa Negara asia selatan dan Virus telah menjadi endemik di Afrika terbukti dengan sering terjadi wabah di Uganda, republic of kongo, Zimbabwe, Senegal, Nigeria, afrika selatan dan Kenya.


Virus ini mulai masuk ke asia tenggara dilaporkan pada tahun 1958 di Thailand Bangkok, dan di ikuti oleh kamboja, Vietnam, Malaysia, Taiwan, dan masuknya ke Indonesia. Sedangkan virus ini masuk ke india pada tahun 1963 barat Bengal.
Hasil penelitian terhadap epidemiologi penyakit chikungunya di Bangkok Thailand dan Vellore Madras, India menunjukkan bahwa terjadi gelombang epidemi dalam interval 32 tahun. Satu gelombang epidemi umumnya berlangsung beberapa bulan, kemudian menurun dan bersifat ringan sehingga sering tidak termonitor. Gelombang epidemi berkaitan dengan populasi vektor (nyamuk penular) dan status kekebalan penduduk. Pengujian darah (serologik) penyakit chikungunya sering tidak mudah karena serum chikungunya mempunyai reaksi silang dengan virus lain dalam satu famili.
Dari beberapa literatur tampak ada kecenderungan gelombang epidemi 20 tahunan. Fenomena ini sering dikaitkan dengan perubahan iklim dan cuaca. Antibodi yang timbul dari penyakit ini membuat penderita kebal terhadap serangan virus selanjutnya. Perlu waktu panjang bagi penyakit ini untuk merebak kembali

VEKTOR CHIKV DAN PENULARAN VIRUS
Aedes aegypti (the yellow fever mosquito) adalah vektor utama atau pembawa
CHIKV, berperanan dalam penyebaran penyakit ini di kawasan Asia di daerah tanyaika Thailand dan kulkuta dan masuk ke india dan beberapa Negara timur tengah. Mulai tahun 2005-2006 di beberapa Negara oceania vektor utama ialah aedes albopictus. Dan beberapa jenis spesies nyamuk tertentu di daerah Afrika juga ternyata dapat menyebarkan penyakit Chikungunya.
Masih belum diketahui secara pasti bagaimana virus tersebut menyebar antar negara. Mengingat penyebaran CHIKV antar negara relatif pelan, kemungkinan penyebaran ini terjadi seiring dengan perpindahan nyamuk. Dewasa ini makin sering berbagai penyakit hewan dari tengah hutan yang merebak ( spill over) ke permukiman penduduk. Sebutlah di antaranya St Louis Encephalitis dan Sungai Nil Barat (West Nile), yang telah menimbulkan banyak korban. Peredaran virus memang tak bisa lagi dibatasi oleh posisi geografi. Hutan yang tadinya tertutup menjadi terbuka, daerah yang dulu terisolir kini bisa dengan mudah berhubungan ke mana saja.
Pada era globalisasi yang serba cepat seperti sekarang ini, seseorang hari ini dapat berada di Eropa atau Afrika, dan esok harinya sudah berada di benua lainnya seperti di Bali atau Jakarta. Dengan pola perpindahan penduduk yang sangat cepat ini, sangat potensial terjadi penyebaran berbagai macam penyakit termasuk virus. Orang yang tertular penyakit di suatu negara bisa saja membawanya ke Indonesia. Penyakit yang dibawa ada yang dapat hilang dengan sendirinya, namun dapat pula berlanjut siklusnya bila faktor pendukungnya ada. Perdagangan satwa langka yang cukup mendapat sorotan beberapa waktu lalu, bisa saja membawa serta virus dari hutan ke tempat yang jauh di negeri orang. Belum lagi nyamuk yang dapat
menyelundup ke dalam kabin pesawat terbang dan beterbangan di Indonesia.

MANIFESTASI KLINIK
Masa inkubasi terjadinya penyakit sekitar dua sampai empat hari, sementara
manifestasinya timbul antara tiga sampai sepuluh hari.
Gejala utama terkena penyakit Chikungunya adalah :
- Tiba-tiba tubuh terasa demam diikuti dengan linu di persendian.
- Timbulnya rasa pegal-pegal, ngilu, juga timbul rasa sakit pada tulangtulang, ada yang menamainya sebagai demam tulang atau flu tulang (gejala yang khas).
- Dalam beberapa kasus didapatkan juga penderita yang terinfeksi tanpa
menimbulkan gejala sama sekali atau silent virus chikungunya.

Virus yang ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti ini akan berkembang biak didalam tubuh manusia. Virus menyerang semua usia, baik anak-anak maupun dewasa di daerah endemis. Secara mendadak penderita akan mengalami demam tinggi selama lima hari, sehingga dikenal pula istilah demam lima hari.
Penyakit ini tidak sampai menyebabkan kematian. Nyeri pada persendian tidak akan menyebabkan kelumpuhan. Setelah lewat lima hari, demam akan berangsurangsur reda, rasa ngilu maupun nyeri pada persendian dan otot berkurang, dan penderitanya akan sembuh seperti semula. Penderita dalam beberapa waktu kemudian bisa menggerakkan tubuhnya seperti sedia kala. Meskipun dalam beberapa
kasus kadang rasa nyeri masih tertinggal selama berhari-hari sampai berbulan-bulan. Biasanya kondisi demikian terjadi pada penderita yang sebelumnya mempunyai riwayat sering nyeri tulang dan otot.
Meskipun ditularkan oleh nyamuk yang sama dengan penyakit demam berdarah, tetapi karakteristik penyakit ini berbeda. Bedanya pada Chikungunya tidak ada perdarahan hebat, renjatan (shock) maupun kematian. Setelah terjadi infeksi virus ini tubuh penderita akan membentuk antibodi yang akan membuat mereka kebal terhadap wabah penyakit ini di kemudian hari. Dengan demikian, dalam jangka panjang penderita relatif kebal terhadap penyakit virus ini.
Pada tahun 2005-2006 di beberapa Negara oceania pada penderita demam chikungunya mengakibatkan memberikan efek diabetes dan gangguan fungsi ginjal kepada beberapa orang yang sudah tua, sedangkan di india Gujarat kota ahmadebad dan kerala mendiskripsikan beberapa komplikasi yang di timbulkan oleh penderita chikungunya yaitu gangguan neurological dan system renal dan menyebabkan kematian anak yang dikandung oleh ibu hamil.

DIAGNOSIS
Untuk memperoleh diagnosis akurat perlu beberapa uji serologik antara lain uji hambatan aglutinasi (HI), Haemagglutination inhibisi kadar logam, serum netralisasi, dan IgM capture ELISA. Tetapi pemeriksaan serologis ini hanya bermanfaat digunakan untuk kepentingan epidemiologis dan penelitian, tidak bermanfaat untuk kepentingan praktis klinis sehari-hari.

TERAPI VIRUS CHIKV
Sebetulnya mengobati chikungunya belum ditemukan obat specific untuk membunuh virus chikungunya,
Demam Chikungunya termasuk ”Self Limiting Disease” atau penyakit yang sembuh dengan sendirinya. Pengobatan yang diberikan hanyalah terapi simtomatis atau menghilangkan gejala penyakitnya. Seperti, obat penghilang rasa sakit atau demam seperti golongan paracetamol, analgenik, antipiretik, anti inflamatori sebaiknya dihindarkan penggunaan obat sejenis asetosal. Antibiotika tidak diperlukan pada kasus ini. Penggunaan antibiotika dengan pertimbangan mencegah infeksi sekunder tidak bermanfaat. . Brighton mengobservasi chloroquine phospat sangat efektif dalam terapi ini
Untuk memperbaiki keadaan umum penderita dianjurkan makan makanan yang bergizi, cukup karbohidrat dan terutama protein serta minum sebanyak mungkin. Perbanyak mengkonsumsi buah-buahan segar atau. Pemberian vitamin peningkat daya tahan tubuh mungkin bermanfaat untuk penanganan penyakit. Selain vitamin, makanan yang mengandung cukup banyak protein dan karbohidrat juga meningkatkan daya tahan tubuh. Daya tahan tubuh yang bagus dan istirahat cukup bisa mempercepat penyembuhan penyakit. Minum banyak juga disarankan untuk mengatasi kebutuhan cairan yang meningkat saat terjadi demam.

PENCEGAHAN
Pencegahan terhadap virus chikungunya ini salah satunya dengan pemberian vaksin. Pada tahun 1986 lewitt dkk melakukan pengembangan vaksin yaitu vaksin yang berbasis formalin melanjutkan penelitian Harrison tahun 1971. Kemudian Edelman tahun 2000 mengembangkan vaksin dilemahkan oleh serial passaging MRC-5.. Vaksin ini sangat immunogenic dan lumayan baik.
Selain itu cara menghindari penyakit ini adalah membasmi nyamuk pembawa virusnya.Nyamuk ini, senang hidup dan berkembang biak di genangan air bersih seperti bak mandi, vas bunga, dan juga kaleng atau botol bekas yang menampung air bersih. Nyamuk bercorak hitam putih ini juga senang hidup di benda-benda yang menggantung seperti baju-baju yang ada di belakang pintu kamar. Selain itu, nyamuk ini juga menyenangi tempat yang gelap dan pengap. Mengingat penyebar penyakit ini adalah nyamuk Aedes aegypti maka cara terbaik untuk memutus rantai penularan adalah dengan memberantas nyamuk tersebut, sebagaimana sering disarankan dalam pemberantasan penyakit demam berdarah dengue.
Insektisida yang digunakan untuk membasmi nyamuk ini adalah dari golongan malation, sedangkan themopos untuk mematikan jentik-jentiknya. Malation dipakai dengan cara pengasapan, bukan dengan menyemprotkan ke dinding. Hal ini karena Aedes aegypti tidak suka hinggap di dinding, melainkan pada benda-benda yang menggantung. Namun, pencegahan yang murah dan efektif untuk memberantas nyamuk ini adalah dengan cara :
• Menguras tempat penampungan air bersih, bak mandi, vas bunga dan sebagainya, paling tidak seminggu sekali, mengingat nyamuk tersebut berkembang biak dari telur sampai menjadi dewasa dalam kurun waktu 7-10 hari.
• Halaman atau kebun di sekitar rumah harus bersih dari benda-benda yang memungkinkan menampung air bersih, terutama pada musim hujan
• Pintu dan jendela rumah sebaiknya dibuka setiap hari, mulai pagi hari sampai sore, agar udara segar dan sinar matahari dapat masuk, sehingga terjadi pertukaran udara dan pencahayaan yang sehat.

Pencegahan individu dapat dilakukan dengan cara khusus seperti penggunaan obat oles kulit ( insect repellent) yang mengandung DEET atau zat aktif EPA lainnya. Penggunaan baju lengan panjang dan celana panjang juga dianjurkan untuk keadaan pada daerah tertentu yang sedang terjadi peningkatan kasus.
DAFTAR PUSTAKA

A B Sudeep, 2008. chikungunya, india : National institute of virology. Email : sudeepmcc@yahoo.com.
Arankalle V A, 2006. Genetic divergence of chikungunya viruses in india/demam chikungunya
Trimartini, 2008. http://www.ecdc.europa.eu/ Health_topics/ Chikungunya_Fever/Disease_facts.ht ml penyakit chikungunya.
 

Artritis Rematoid


Definisi
Penyakit artritis reumatoid (AR) merupakan penyakit sistemik yang bersifat progresif, yang mengenai jaringan lunak dan cenderung untuk menjadi kronis. Jadi, sebenarnya terlibatnya sendi pada penderita-penderita penyakit AR ini pada tahap berikutnya setelah penyakit ini berkembang lebih lanjut sesuai dengan sifat progresivitasnya. Penyakit ini disebabkan karena adanya inflamasi dari membran sinovial dari sendi diartroidial. Artritis rematoid adalah suatu penyakit autoimun dimana persendian (biasanya sendi tangan dan kaki) secara simetris mengalami peradangan, sehingga terjadi pembengkakan, nyeri dan seringkali akhirnya menyebabkan kerusakan bagian dalam sendi. Artritis reumatoid juga bisa menyebabkan sejumlah gejala di seluruh tubuh. Penyakit ini terjadi pada sekitar 1% dari jumlah penduduk, dan wanita 2-3 kali lebih sering dibandingkan pria. Biasanya pertama kali muncul pada usia 25-50 tahun, tetapi bisa terjadi pada usia berapapun.
Etiologi
Artritis reumatoid ini merupakan bentuk artritis yang serius, disebabkan oleh peradangan kronis yang bersifat progresif, yang menyangkut persendian. Ditandai dengan sakit dan bengkak pada sendi-sendi terutama pada jari-jari tangan, pergelangan tangan, siku, dan lutut. Penyebab artritis reumatoid masih belum diketahui walaupun banyak hal mengenai patogenesisnya telah terungkap. Penyakit ini tidak dapat ditunjukkan memiliki hubungan pasti dengan genetik. Terdapat kaitan dengan penanda genetik seperti HLA-DW4 (Human Leukocyte Antigens) dan HLA-DR5 pada orang Kaukasia. Namun pada orang Amerika, Afrika, Jepang, dan Indian Chippewa hanya ditentukan kaitan dengan HLA-DW4. Destruksi jaringan sendi terjadi melalui dua cara. Pertama adalah destruksi pencernaan oleh produksi, protease, kolagenase, dan enzim hidrolitik lainnya. Enzim ini memecah kartilago, ligamen, tendon, dan tulang pada sendi, serta dilepaskan bersama-sama dengan radikal O2 dan metabolit asam arakidonat oleh leukosit polimorfonuklear dalam cairan sinovial. Proses ini diduga adalah bagian dari respon autoimun terhadap antigen yang diproduksi secara lokal Destruksi jaringan juga terjadi melalui kerja panus reumatoid. Panus merupakan jaringan granulasi atau vaskuler yang terbentuk dari sinovium yang meradang dan kemudian meluas ke sendi. Di sepanjang pinggir panus terjadi destruksi, kolagen, dan proteoglikan melalui produksi enzim oleh sel di dalam panus tersebut.
Gejala Klinis
Beberapa gejala klinis yang kerap kali terjadi pada para penderita atritis reumatoid ini, yakni :
1. Gejala-Gejala Konstitusional Beberapa gejala tersebut meliputi lelah, anoreksia, berat badan menurun dan demam. Bahkan terkadang kelelahan yang sangat hebat.
2. Poliatritis Simetris Terutama terjadi pada sendi perifer, termasuk sendi-sendi di tangan namun biasanya tidak melibatkan sendi-sendi interfalangs distal.Hampir semua sendi diatrodial dapat terserang.
3. Kekakuan di Pagi Hari Kejadian ini terjadi selama lebih dari 1 jam, dapat bersifat generalisata tetapi terutama menyerang sendi-sendi. Kekakuan ini berbeda dengan kekakuan sendi pada osteoatritis, yang biasanya hanya berlangsung selama beberapa menit dan selalu kurang dari satu jam.
4. Atritis Erosif Atritis erosif merupakaan ciri khas penyakit ini pada gambaran radiologik. Peradangan sendi yang kronik mengakibatkan erosi di tepi tulang dan ini dapat dilihat pada radiogram.
5. Deformitas Kerusakan struktur penunjang sendi dengan perjalanan penyakit. Pergeseran ulnar atau jari, subluksasi sendi metakarpofalangeal, deformitas boutonniere dan leher angsa. Pada kaki terdapat protrusi (tonjolan) kaput metatarsal yang timbul sekunder dari subluksasi metatarsal.
6. Nodula-Nodula Reumatoid Nodula-nodula reumatoid adalah masa subkutan yang ditemukan pada sekitar sepertiga penderita dewasa. Lokasi tersering yakni di daerah sepanjang sendi sikut atau sepanjang permukaan ekstensor lengan. Nodul ini merupakan tanda bahwa penyakit tersebut aktif.
7. Manifestasi Ekstraartikuler. Suatu prognosis dari penyakit ini yang menandakan akut tidaknya penyakit ini. Manifestasi yang dihasilkan atritis reumatoid yakni menyerang paru, jantung, mata, pembuluh darah. Kelainan pada organ-organ tersebut meliputi :
Beberapa kriteria diagnostik dari atritis rematoid adalah sebagai berikut:
1. Kekakuan Pagi Hari ( Morning Stiffness )
2. Artritis pada Tiga atau Lebih Sendi Pembengkakan jaringan lunak sendi (Soft Tissue Swelling) bukan pembesaran tulang (Hyperostosis).
3. Artritis Sendi – Sendi Jari Tangan
4. Nyeri pada sendi yang terkena bila digerakkan (Joint Tenderness On Moving) sekurang-kurangnya didapati pada satu sendi.
5. Nyeri pada sendi bila digerakkan (pada sendi yang terkena), sekurang-kurangnya pada sebuah sendi yang lain.
6. Artritis Simetris Poliartritis yang simetris dan serentak (Symmetrical Polyartritis Simultaneously). Serentak di sini diartikan jarak antara rasa sakit pada satu sendi disusul oleh sendi yang lain harus kurang dari 6 minggu.
7. Nodul Reumatoid Subkutan
8. Faktor uji rema positif dalam serum ( Rheuma Factor Test Positif )
9. Adanya Kelainan Radiologik Pada sendi yang terpapar sekurang-kurangnya didapat adanya dekalsifikasi atau erosi. Harus didapati dekalsifikasi pada atau dekat dengan sendi yang terkena, tidak hanya perubahan degenerasi. Perubahan-perubahan degenerasi tidak menyingkirkan adanya artritis reumatoid.
10. Pengendapan Mucin Kurang Pekat ( Poor Mucine Clot ) Bekuan mucin yang buruk pada cairan sinovial (dengan gumpalan seperti awan). Adanya inflamasi cairan sinovial disertai dengan 2000 sel darah putih/mm3 atau lebih tanpa kristal, dapat dimasukkan dalam kriteria ini.
11. Gambaran Histologik Khas Gambaran histologik yang didapat yakni dari sayatan benjolan reuma (Rheumatoid Nodule), sekurang-kurangnya 3 dari yang disebut di bawah ini :
• Adanya daerah sel-sel yang mati yang terletak ditengah-tengah ( Central Zone of Cell Necrosis ).
• Dikelilingi dengan sel-sel yang berproliferasi yang berjajar membentuk gambaran jeruji sepeda.
• Didapati sel-sel fibrosis di bagian tepinya
• Adanya sebukan sel-sel radang mendadak dan menahun.

Faktor Predisposisi
Artritis reumatoid menyerang perempuan sekitar dua setengah kali lebih sering dari pada laki – laki, dengan insiden puncak antara usia 40 dan 60 tahun, bermanifestasi sebagai nyeri atau kaku pada persendian, bengkak, sakit, rasa panas, dan kemerahan. Kondisi ini berhubungan dengan gangguan sistem imun pada jaringan sendi yang menurun.
Faktor Pencetus
Beberapa faktor pencetus dari atritis reumatoid yang banyak menyebabkan gejala, meliputi :
1. Aktifitas/mobilitas yang berlebihan
2. Lingkungan

Faktor Resiko
1. Umur
2. Jenis Kelamin
3. Genetik
4. Suku
5. Obesitas (Kegemukan)

Patofisiologi
Reaksi autoimun dalam jaringan sinovial yang melakukan proses fagositosis yang menghasilkan enzim – enzim dalam sendi untuk memecah kolagen sehingga terjadi edema proliferasi membran sinovial dan akhirnya membentuk pannus. Pannus tersebut akan menghancurkan tulang rawan dan menimbulkan erosi tulang sehingga akan berakibat menghilangnya permukaan sendi yang akan mengganggu gerak sendi.

PemeriksaanPenunjang
1. Pemeriksaan laboratorium
Beberapa hasil uji laboratorium dipakai untuk membantu menegakkan diagnosis artritis reumatoid. Sekitar 85% penderita artritis reumatoid mempunyai autoantibodi di dalam serumnya yang dikenal sebagai faktor reumatoid. Autoantibodi ini adalah suatu faktor anti-gama globulin (IgM) yang bereaksi terhadap perubahan IgG. Titer yang tinggi, lebih besar dari 1:160, biasanya dikaitkan dengan nodula reumatoid, penyakit yang berat, vaskulitis, dan prognosis yang buruk.

Faktor reumatoid adalah suatu indikator diagnosis yang membantu, tetapi uji untuk menemukan faktor ini bukanlah suatu uji untuk menyingkirkan diagnosis reumatoid artritis. Hasil yang positif dapat juga menyatakan adanya penyakit jaringan penyambung seperti lupus eritematosus sistemik, sklerosis sistemik progresif, dan dermatomiositis. Selain itu, sekitar 5% orang normal memiliki faktor reumatoid yang positif dalam serumnya. Insidens ini meningkat dengan bertambahnya usia. Sebanyak 20% orang normal yang berusia diatas 60 tahun dapat memiliki faktor reumatoid dalam titer yang rendah.

Laju endap darah (LED) adalah suatu indeks peradangan yang bersifat tidak spesifik. Pada artritis reumatoid nilainya dapat tinggi (100 mm/jam atau lebih tinggi lagi). Hal ini berarti bahwa laju endap darah dapat dipakai untuk memantau aktifitas penyakit. Artritis reumatoid dapat menyebabkan anemia normositik normokromik melalui pengaruhnya pada sumsum tulang. Anemia ini tidak berespons terhadap pengobatan anemia yang biasa dan dapat membuat penderita cepat lelah. Seringkali juga terdapat anemia kekurangan besi sebagai akibat pemberian obat untuk mengobati penyakit ini. Anemia semacam ini dapat berespons terhadap pemberian besi.

Pada Sendi Cairan sinovial normal bersifat jernih, berwarna kuning muda hitung sel darah putih kurang dari 200/mm3. Pada artritis reumatoid cairan sinovial kehilangan viskositasnya dan hitungan sel darah putih meningkat mencapai 15.000 – 20.000/ mm3. Hal ini membuat cairan menjadi tidak jernih. Cairan semacam ini dapat membeku, tetapi bekuan biasanya tidak kuat dan mudah pecah. Pemeriksaan laboratorium khusus untuk membantu menegakkan diagnosis lainya, misalnya : gambaran immunoelectrophoresis HLA (Human Lymphocyte Antigen) serta Rose-Wahler test.

2. Pemerikasaan Gambaran Radiologik
Pada awal penyakit tidak ditemukan, tetapi setelah sendi mengalami kerusakan yang berat dapat terlihat penyempitan ruang sendi karena hilangnya rawan sendi. Terjadi erosi tulang pada tepi sendi dan penurunan densitas tulang. Perubahan ini sifatnya tidak reversibel.Secara radiologik didapati adanya tanda-tanda dekalsifikasi (sekurang kurangnya) pada sendi yang terkena.

X. Prognosis

Pada umumnya pasien artritis reumatoid akan mengalami manifestasi penyakit yang bersifat monosiklik (hanya mengalami satu episode artritis reumatoid dan selanjutnya akan mengalami remisi sempurna). Tapi sebagian besar penyakit ini telah terkena artritis reumatoid akan menderita penyakit ini selama sisa hidupnya dan hanya diselingi oleh beberapa masa remisi yang singkat (jenis polisiklik). Sebagian kecil lainnya akan menderita artritis reumatoid yang progresif yang disertai dengan penurunan kapasitas fungsional yang menetap pada setiap eksaserbasi.

Seperti telah disebutkan sebelumnya, bahwasannya penyakit ini bersifat sistemik. Maka seluruh organ dapat diserang, baik mata, paru-paru, jantung, ginjal, kulit, jaringan ikat, dan sebagainya. Bintik-bintik kecil yang berupa benjolan atau noduli dan tersebar di seluruh organ di badan penderita. Pada paru-paru dapat menimbulkan lung fibrosis, pada jantung dapat menimbulkan pericarditis, myocarditis dan seterusnya. Bahkan di kulit, nodulus rheumaticus ini bentuknya lebih besar dan terdapat pada daerah insertio dan otot-otot atau pada daerah extensor. Bila RA nodule ini kita sayat secara melintang maka kita akan dapati gambaran: nekrosis sentralis yang dikelilingi dengan sebukan sel-sel radang mendadak dan menahun yang berjajar seperti jeruji roda sepeda (radier) dan membentuk palisade. Di sekitarnya dikelilingi oleh deposit-deposit fibrin dan di pinggirnya ditumbuhi dengan fibroblast. Benjolan rematik ini jarang dijumpai pada penderita-penderita RA jenis ringan. Disamping hal-hal yang disebutkan di atas gambaran anemia pada penderita RA bukan disebabkan oleh karena kurangnya zat besi pada makanan atau tubuh penderita. Hal ini timbul akibat pengaruh imunologik, yang menyebabkan zat-zat besi terkumpul pada jaringan limpa dan sistema retikulo endotelial, sehingga jumlahnya di daerah menjadi kurang. Kelainan sistem pencernaan yang sering dijumpai adalah gratitis dan ulkus peptik yang merupakan komplikasi utama penggunaan obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS) atau obat pengubah perjalanan penyakit (desease modifying antiremathoid drugs, DMARD) yang menjadi faktor penyebab morbiditas dan mortalitas utama pada artritis reumatoid. Komplikasi saraf yang terjadi tidak memberikan gambaran jelas, sehingga sukar dibedakan antara akibat lesi artikular dan lesi neuropatik. Umumnya berhubungan dengan mielopati akibat ketidakstabilan vertebra servikal dan neuropati iskemik akibat vaskulitis.
 

Infeksi Saluran Nafas Akut



BAB I.PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang Permasalahan
1.1.1.Latar belakang
ISPA merupakan penyakit infeksi saluran nafas yang secara anatomi dibedakan atas saluran nafas atas mulai dari hidung sampai dengan laring dan saluran nafas bawah mulai dari laring sampai dengan alveoli, akibat invasi infecting agents yang mengakibatkan reaksi inflamasi saluran nafas. Hingga saat ini telah dikenal lebih dari 300 jenis bakteri dan virus sebagai penyebab ISPA. Berdasarkan definisi ini diagnosis ISPA ditegakkan dengan pembuktian jenis infecting agent dan adanya inflamasi saluran nafas. Pembuktian ini membutuhkan pemeriksaan laboratorium yang tidak sederhana sehingga tidak mudah diterapkan pada saat ini di Indonesia dan kadangkala di negara maju. ISPA timbul setelah tanda dan gejala akut akibat inflamasi saluran nafas karena adanya invasi infecting agent. Dikatakan demikian jika tanda dan gejala tersebut terjadi sekurang-kurangnya setelah 48 jam bebas gejala berlangsung tidak lebih dari 14 hari.
Penyakit ISPA mencakup penyakit saluran napas bagian atas (ISPaA) dan saluran napas bagian bawah (ISPbA). ISPAaA mengakibatkan kematian pada anak dalam jumlah kecil, tetapi dapat menyebabkan kecacatan misalnya otitis media yang merupakan penyebab ketulian. Sedangkan hampir seluruh kematian karena ISPA pada anak kecil disebabkan oleh Infeksi Saluran Pernafasan bawah Akut (ISPbA), paling sering adalah pneumonia (WHO 2003). Kematian akibat pneumonia sebagai penyebab utama ISPA di Indonesia pada akhir tahun 2000 sebanyak lima kasus diantara 1.000 balita (Depkes RI, 2003).
ISPA ini menyebabkan 4 dari 15 juta kematian pada anak berusia di bawah 5 tahun pada setiap tahunnya. Setiap anak balita diperkirakan mengalami 3-6 episode ISPA setiap tahunnya dan proporsi kematian yang disebabkan ISPA mencakup 20-30%.
Morbiditas ISPA lebih banyak pada negara maju. Di Indonesia morbiditas ISPA di pedesaan relatif lebih rendah dari perkotaan. Hasil survei Kesehatan Rumah Tangga tahun di Indonesia memperlihatkan ISPA atas dan bawah merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas bayi dan anak balita. Survei menunjukkan 25,7% penduduk menderita ISPA dengan penyebaran 42,4% pada anak di bawah 1 tahun, 40,6% pada usia 1- 4 tahun dan 32,5% pada anak berumur 5 - 14 tahun. Untuk daerah Sumatera Utara basil survei Kesehatan Rumah Tangga ISPA atas menduduki tempat pertama 16,5%, sedang ISPA bawah pada urutan ke enam yaitu 5,2%.
Khusus untuk Jawa Tengah, penyakit ISPA juga merupakan masalah kesehatan utama masyarakat. Penyakit pneumonia adalah penyebab nomer satu (15,7%) dari penyebab kematian balita di Rumah Sakit. Pada tahun 2002, cakupan penemuan pneumonia balita di Jawa Tengah mencapai 19,03%. Angka tersebut mengalami peningkatan pada tahun 2003 yaitu menjadi 21,16% dan pada tahun 2004 mengalami peningkatan menjadi 50,6%
Mortalitas ISPA di Amerika Utara 0,5% per 1000 anak di bawah usia 1 tahun, dan 3-8 per 1000 anak usia 1-5 tahun, sedangkan laporan dari berbagai negara berkembang berkisar 10-44 per 1000 anak di bawah 1 tahun dan 3-8 per 1000 pada anak berusia antara 1-5 tahun. Dari data ini diperkirakan angka kematian akibat ISPA perseribu penduduk 100-200 kali lebih tinggi di negara berkembang dari pada negara maju.
Mortalitas ISPA yang pasti sampai saat ini belum diketahui. Kematiannya kebanyakan akibat bronkopneumonia dan bronkiolitis. Pada negara berkembang diperkirakan 20-25% kematian anak Balita diakibatkan ISPA

BAB II. ISI
2.1. Penyakit Infeksi saluran nafas akut
2.1.1. Patogenesis
Proses terjadinya ISPA terlebih dahulu melalui proses prepatogenesis, dimana agent infeksi sudah ada tetapi belum mengalami reaksi apa-apa. Kejadian sangat banyak penyebabnyai dan tergantung pada daerah indemik yang didiami, pengaruh dari geografis sehingga agen infeksi mudah berkembang, perubahan suhu yang kejadian ini makin mempercepat berkembangnya. Selain itu pengaruh kerusakan lingkungan itu sendiri asap, gas buang sarana tranfortasi yang terhirup oleh kita.
Agen infeksi ISPA biasanya berbentuk doplet di udara yang kemudian masuk ke lapisan epitel dan mukosa yang seharusnya untuk melindungi dari berbagai bahaya akhirnya di rusak olek agen infeksi. Sehingga akan berpengaruh kepada kita yang mengakibatkan menurunnya sistem imun tubuh, hal ini diperparah dengan kekurang gizi. Pada fase ini agen infeksi mengalami inkubasi dalam tubuh selama 2-5 hari dan akhirnya akan memberikan tanda dan gejala penyakit. Proses timbulnya tanda dan gejala penyakit ini disebut dengan tahap penyakit dini yang nantinya akan berkelanjutan dengan tahap penyakit lanjut yang sangat memerlukan pengobatan.
Setelah proses ini masuk ke fase apakah penyakit ini benar-benar sembuh atau kronik ini tergantung pada proses pengobatan tadi apakah benar dalam menangulanginya atau tidak
2.1.2. Klasifikasi dan gejala klinik
2.1.2.1Klasifikasi ISPA
Klasifikasi penyakit ISPA dibedakan untuk golongan umur di bawah 2 bulan dan untuk golongan umur 2 bulan-5 tahun.

Golongan Umur Kurang 2 Bulan
Pneumonia Berat
Bila disertai salah satu tanda tarikan kuat di dinding pada bagian bawah atau napas cepat. Batas napas cepat untuk golongan umur kurang 2 bulan yaitu 6x per menit atau lebih.
Bukan Pneumonia (batuk pilek biasa)
Bila tidak ditemukan tanda tarikan kuat dinding dada bagian bawah atau napas cepat. Tanda Bahaya untuk golongan umur kurang 2 bulan yaitu:
1. kurang bisa minum (kemampuan minumnya menurun sampai kurang dari ½ volume yang biasa diminum)
2. kejang
3. kesadaran menurun
4. stridor
5. wheezing
6. demam
Golongan Umur 2 Bulan-5 Tahun
Pneumonia Berat
Bila disertai napas sesak yaitu adanya tarikan di dinding dada bagian bawah ke dalam pada waktu anak menarik nafas (pada saat diperiksa anak harus dalam keadaan tenang, tidak menangis atau meronta).
Pneumonia Sedang
Bila disertai napas cepat. Batas napas cepat ialah:
1. Untuk usia 2 bulan-12 bulan = 50 kali per menit atau lebih
2. Untuk usia 1-4 tahun = 40 kali per menit atau lebih.
Bukan Pneumonia
Bila tidak ditemukan tarikan dinding dada bagian bawah dan tidak ada napas cepat. Tanda Bahaya untuk golongan umur 2 bulan-5 tahun yaitu:

1. tidak bisa minum
2. kejang
3. kesadaran menurun
4. stridor
5. gizi buruk
2.1.2.2 .Gejala ISPA
Gejala dari ISPA Ringan
Seseorang anak dinyatakan menderita ISPA ringan jika ditemukan satu atau lebih gejala-gejala sebagai berikut:
1. Batuk
2. Serak, yaitu anak bersuara parau pada waktu mengeluarkan suara misal pada waktu berbicara atau menangis).
3. Pilek, yaitu mengeluarkan lender atau ingus dari hidung.
4. Panas atau demam, suhu badan lebih dari 370 C atau jika dahi anak diraba.
Gejala dari ISPA Sedang
Seorang anak dinyatakan menderita ISPA sedang jika dijumpai gejala dari ISPA ringan disertai satu atau lebih gejala-gejala sebagai berikut:
1. Pernafasan lebih dari 50 kali per menit pada anak yang berumur kurang dari satu tahun atau lebih dari 40 kali per menit pada anak yang berumur satu tahun atau lebih. Cara menghitung pernafasan ialah dengan menghitung jumlah tarikan nafas dalam satu menit. Untuk menghitung dapat digunakan arloji.
2. Suhu lebih dari 390 C (diukur dengan termometer).
3. Tenggorokan berwarna merah.
4. Timbul bercak-bercak merah pada kulit menyerupai bercak campak
5. Telinga sakit atau mengeluarkan nanah dari lubang telinga.
6. Pernafasan berbunyi seperti mengorok (mendengkur).
7. Pernafasan berbunyi menciut-ciut.
Gejala dari ISPA Berat
Seorang anak dinyatakan menderita ISPA berat jika dijumpai gejala-gejala ISPA ringan atau ISPA sedang disertai satu atau lebih gejala-gejala sebagai berikut:
1. Bibir atau kulit membiru.
2. Lubang hidung kembang kempis (dengan cukup lebar) pada waktu bernafas.
3. Anak tidak sadar atau kesadaran me
2.1.3.Penegakan Diagnosis

Pemeriksaan bakteriologik dan penunjang lainnya dapat membedakan penyebabnya bakteri atau virus. Tidak spesifiknya gejala klinik, basil biakan oro dan nasofaring yang positif terhadap S. pneumonia dan H. influenzae, basil kultur bakteri yang positif akibat kontaminasi, kultur darah yang hanya sebagian kecil positif dan kultur aspirat pungsi paru yang sulit dilakukan dan invasif walaupun merupakan metoda paling baik untuk menentukan etiologi, semuanya merupakan masalah. Untuk mengatasinya harus difikirkan pengembangan
pemeriksaan serologis terhadap S. pneumonia dan H. Influenzae berupa pemeriksaan antigen, antibodi dan CRP. Pemeriksaan CRP berguna untuk membedakan penyebab ISPA bakteri atau virus. Untuk mengetahui virus sebagai penyebab dapat dilakukan pemeriksaan kultur walaupun umumnya sangat sulit dilakukan. Sediaan berasal dari hapusan tenggorok, hidung, aspirat nasofaring atau dari serum pada masa akut dan konvalesen. Kultur ini dilakukan pada embrio ayam, ginjal monyet, Hela/Hep 2 cells atau human lung fibroblast. Pemeriksaan mikroskop elektron, imunofloresen, enzim, redioimmunoassay, haemagglutination, haernadsorption dan deteksi IgM spesifik membutuhkan waktu lebih singkat sehingga deteksi virus secara dini dapat dilakukan untuk mencegah penyebaran dan penggunaan antibiotika yang tidak rasional.

2.1.4.Pengelolaan

Mengingat pencegahan lebih baik dari pengobatan maka sebaiknya pengelolaan ISPA dilaksanakan secara menyeluruh meliputi penyuluhan kesehatan yang baik, menggalakkan imunisasi dan penatalaksanaan penderita secara medik sebagaimana lazimnya. Walaupun morbiditas ISPA bawah relatif lebih kecil dari ISPA atas namun fasilitas klinik yang dibutuhkan dalam penanganannya sangat tinggi. Selayaknyalah pemberantasan ISPA bawah diprioritaskan dengan menitik beratkan usaha penekanan morbiditas ISPA bawah baik sebagai lanjutan ISPA atas atau tidak dan mortalitasnya. Penyuluhan Kesehatan Penyuluhan kesehatan berperan mengurangi risiko mortality ISPA berupa bayi berat badan lahir rendah, gizi kurang, kebiasaan ibu merokok dan keengganan ibu menyusukan bayinya. Penyuluhan ini penting sekali bagi ibu-ibu sebagai tenaga kesehatan non-formal untuk mengenal ISPA ringan, sedang dan berat untuk pengelolaan penderita selanjutnya.
Imunisasi Peningkatan cakupan imunisasi penyakit ISPA dengan menggalakkan imunisasi difteri, pertusis dan morbili sangat berberan dalam usaha pemberantasan ISPA.

2.1.5.Pengobatan

Pengobatan meliputi pengobatan penunjang dan antibiotika. Pemberian antibiotika pada infeksi sinusitis, tonsilitis eksudatif, faringitis eksudatif dan radang telinga tengah.
Antibiotik yang Dapat Dipilih pada Terapi Sinusitis (Anonim, 2005).
Sinusitis Akut
Lini Pertama
• Amoksisillin Anak: 20-40 mg/kg/hari terbagi dalam 3 dosis. Dewasa: 3 x 500mg
• Kotrimoxasol Anak: 6-12mg /kg/hari terbagi dalam 2 dosis. Dewasa: 2 x 2 tab dewasa
• Eritromisisn Anak: 30-50mg/kg/hari terbagi dalam6jam. Dewasa: 4 x 250-500mg
• Doksisiklin Dewasa: 2 x 100mg

Lini Kedua
• Amoksisilin-clavulanat Anak: 25-45mg/kg/hari terbagi dalam 2 dosis. Dewasa: 2 x 875mg
• Cefuroksim 2 x 500mg
• Klaritromisin Anak: 15mg/kg/hari terbagi dalam 2 dosis. Dewasa: 2 250mg
• Azitromisisn 1 x 500mg, kemudian 1 x 250mg selama 4 hari berikutnya.
• Levofloxacin Dewasa: 1 x 250-500mg

Sinusitis Kronik
• Amoksisilin-clavulanat Anak: 25-45mg/kg/hari terbagi dalam 2 dosis. Dewasa: 2 x 875mg
• Azitromisin Anak: 10mg/kg pada hari 1 diikuti 5mg/kg selama 4 hari berikutnya. Dewasa: 1 x 500mg, kemudian 1 x 250mg selama 4 hari
• Levofloxacin Dewasa: 1 x 250-500mg

Tujuan terapi antimikroba sinusitis akut adalah perbaikan klinik, sterilisasi sekresi sinus, mencegah sinusitis kronik dan juga komplikasi intrakranial dan orbita. Berdasarkan pada spektrum organisme yang diisolasi dari sinus yang terinfeksi, dapat diramalkan bahwa antibiotik seperti amoksilin, ampisilin, cefaclor, atau trimetoprim sulfametoksazol akan cocok. Sefalosporin parenteral seperti safuroksim dapat bermanfaat pada penderita di rumah sakit. Pemberian agen vasokontriksi lokal atau sistemik dapat membantu membuka kembali ostium sinus, sehingga memperbaiki drainase sekresi. Kadang-kadang dibutuhkan drainase bedah terutama penderita sakit dengan sinusitis akut atau kronik atau penderita dengan penyebaran infeksi intrakranial dari sinus.

Antibiotik pada Terapi Faringitis karena Streptococcus group A (Anonim,2005).
Lini Pertama
• Penicilin G (untuk psien yang tidak dapat menyelesaikan terapi oral selama 10 hari)
• Penicilin VK Anak: 2-3 x 250mg Dewasa: 2-3 x 500mg 10 hari
• Amoksisillin-Clavulanat 3 x 500mg selama 10 hari Anak: 3 x 250mg Dewasa: 3 x 500mg 10 hari
Lini Kedua
• Eritromisin (untuk pasien alergi Penicilin) Anak: 4 x 250mg Dewasa: 4 x 500mg 10 hari
• Azitromisin atau Klaritromisin 5 hari
• Sefalosporin generasi satu atau dua Bervariasi sesuai agen 10 hari
• Levofloksasin (hindari untuk anak maupun wanita hamil)

Sejumlah antibiotik terbukti efektif pada terapi faringitis oleh Streptococcus group A, yaitu mulai dari penicillin dan derivatnya, sefalosporin maupun makrolida. Penicillin tetap menjadi pilihan karena efektifitas dan keamanannya sudah terbukti, spektrum luas serta harga yang terjangkau. Lama terapi dengan terapi antibiotik oral rata-rata selama 10 hari untuk memastikan eradikasi Streptococcus, kecuali pada azitromisin hanya 5 hari. Untuk infeksi yang menetap atau gagal, maka pilihan antibiotik yang tersedia adalah eritromisin, cefaleksin, klindamisin ataupun amoksisilin klavunalanat.
Terapi otitis media akut meliputi pemberian antibiotik oral dan tetes bila disertai pengeluaran sekret. Untuk pasien dengan sekret telinga (otorrhea), maka disarankan untuk menambahkan terapi tetes telinga ciprofloxacin atau ofloxacin. Pilihan terapi untuk otitis media akut yang persisten yaitu otitis yang menetap 6 hari setelah menggunakan antibiotik, adalah memulai kembali antibiotik dengan memilih antibiotik yang berbeda dengan terapi pertama. Profilaksis bagi pasien dengan riwayat otitis media ulangan menggunakan amoksisilin 20mg/kg satu kali sehari selama 2-6 bulan berhasil mengurangi insiden otitis media sebesar 40-50%.

BAB III.KESIMPULAN
Telah diutarakan ISPA pada bayi dan anak di Indonesia dengan membandingkannya dengan barat ternyata morbiditas dan mortalitas ISPA bayi dan anak di Indonesia masih tinggi. Kendala yang ditemui antara lain belum ditemukannya pola bakteriologi, mikrobiologi dan virologi sehingga penggunaan antibiotika yang rasional belum terlaksana sebagaimana mestinya Kendala lain yang juga berperan tapi belum semua terungkapkan adalah faktor-faktor yang mempengaruhi morbiditas dan mortalitas ISPA.
Adanya penyakit-penyakit ISPA yang sembuh dengan gejala sisa yang merupakan faktor risiko untuk terjadinya penyakit paru kronis di masa mendatang menjadi tantangan bagi kita semua. Sangat dibutuhkan penelitian-penelitian berikutnya untuk mengungkapkan kendala-kendala yang dihadapi pada program pemberantasan ISPA dalam usaha menurunkan angka kematian bayi dan anak untuk menunjang program pcmerintah.

Daftar Pustaka
Sylvia A Price., Lorraine M Wilson., 2003. Konsep klinik proses-proses penyakit patofisiologi, edisi 6, EGC, Jakarta
Hoffbrand, A.V., Pettit,J.E., Mos, P.A.H., 2005. Kapita selekta, edisi 4, EGC, jakarta
Zumrotun, 2010. http://www.scibd.com/ Epidemiologi-Infeksi-Saluran-Pernafasan-Akut-Ispa
Yusmaninita, 2006. http://www.scibd.com/ antibiotik pada ISPA, rasionalisasi penggunaan obat ISPA
Ridwan Muchtar Daulay, 2006. http://www.scibd.com/ Kendala Penangan Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA)
Edy rosdi, 2009. http://www.scibd.com/ Penanggulangan dan
Pengelolaan Program Pemberantasan Infeksi Saluran Pernapasan Akut